Oleh Mariatul Qibtiyah Humairoh
Surat dan Tafsir yang
menjelas tentang media dakwah yang di gunakan oleh Nabi Ibrahim
(٦٦)قَالَ
أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ
(٦٧)أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا
تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya:
“Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang
tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada
kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah
kamu tidak memahami?” (QS. al-Anbiyaà ayat 66-67)[1]
Tafsiran
Surat al-Anbiyaà ayat 66-67, menurut tafsir Al-Mishbàh:
Ayat
64 menggambarkan secercah harapan tentang keimanan kaum Nabi Ibrahim as.
Bukankah mereka digambarkan telah kembali menengok ke diri mereka sendiri,
yakni berpikir dan akhirnya sadar bahwa mereka menyembah sesuatu yang tidak
berakal? Tetapi ayat 65 menunjukan bahwa beberapa saat kemudian terjadi pemutar
balikan. Ketika itu mereka tidak lagi menggunakan akal sehat dan kesadaran
mereka pun segera sirna. Karena itu, wajar jika Nabi Ibrahim as. yang dikenal
sangat penyabar, terhentak perasaannya dan marah. Bukankah dengan ucapan mereka
yang digambarkan oleh ayat 64 telah menimbulkan harapan, tetapi dengan ucapan
mereka yang direkam oleh ayat 65, harapan itu hancur luluh. Dia kali ini sangat
tegas berkata: Kalau berhala-berhala kamu sedemikian lemah dan tidak mampu,
maka mengapa kamu menyembah selain Allah, yakni berhala-berhala itu yang
merupakan sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun walau kamu terus
menerus menyembahnya dan menghancurkannya? Yakni celakalah dan keburukan buat
kamu atas perbuatan itu dan demikian juga apa yang kamu sembah selain Allah.
Maka apakah kamu tidak memahami dan menyadari keadaan berhala-berhala itu,
sehingga kamu menyembahnya padahal mereka begitu lemah?”
Kata
(___) uff adalah kata yang digunakan untuk melukiskan kemarahan, kejengkelan
atau kejemuan. Ia terambil dari suara nafas seseorang yang sedang marah atau
sangat kesal dan jengkel. Penambahan bunyi in (tanwin) pada kata tersebut
sehingga terucaplah uffin mengisyaratkan besarnya kejengkelan itu. Ucapan Nabi
Ibrahimas ini merupakan pengukuhan pandangan beliau tentang penyembahan berhala
setelah sebelumnya beliau telah menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah
swt.[2]
Kisah Dakwah Nabi Ibrahim
Sejak
kita duduk di bangku sekolah dasar, kita sudah sering mendengar kisah tentang
Nabi Ibrahim as. ketika ia mencari tahu tentang Tuhannya. Nabi Ibrahim as.
lahir di kota Babylon dimana semua orang yang tinggal di dalam kota tersebut
adalah penyembah patung berhala dan mengangap rajanya yang bernama Namrud
sebagai Tuhannya.
Siang
malam Ibrahim senantiasa memikirkan tentang dunia yang ada di sekelilingnya. Ia
mencari-cari manakah Tuhan yang sepatutnya dan semestinya ia sembah. Mulai dari
bintang, bulan, matahari sempat ia sembah namun ia tersadar bahwa semua benda
langit itu ada yang menciptakan, akhirnya Ibrahim mengambil keputusan bahwa ia
sama sekali tak akan menyembah Tuhan mana pun kecuali Tuhan yang menciptakan
alam semesta ini, Tuhan yang menjadikan bintang, bulan, matahari dan juga dunia
dan seluruh isinya. Ia tak akan menyembah Tuhan selain Allah.
Mulai
hari itulah Nabi Ibrahim menyeru kepada kaumnya agar segera meninggalkan
berhala mereka : “Sembahlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan juga Tuhan yang
menciptakan kita semua.” Akan tetapi mereka tak mau peduli terhadap kata-kata
Nabi Ibrahim, hingga mereka mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah orang sempit
wawasan dan menyeleweng.
Suatu
hari seluruh penduduk kota beramai-ramai meninggalkan kota karena merayakan
hari raya bagi tuhan-tuhan berhala mereka di luar kota. Ketika itu tak ada
seorang pun yang tinggal di dalam kota kecuali Nabi Ibrahim. Ia merasa ini
kesempatan untuknya menghancurkan berhala-berhala yang ada di rumah ibadah,
tanpa membuang-buang waktu Nabi Ibrahim segera membawa kapak dan menghancurkan
berhala-berhala yang ada terkecuali satu berhala yang paling besar, kemudian
iya menggantung kapak tersebut di leher berhala itu.
Ketika
perayaan usai, raja Namrud memberikan perintah kepada rakyatnya untuk segera
kembali ke kotanya dan mebawa berhala-berhala bekas perayaan tersebut ke kuil
rumah ibadah mereka. Ketika raja menginjakan kakinya di kuil alangkah kagetnya
ia melihat kekacau yang terjadi di dalam kuil, begitu pula dengan rakyatnya.
Hal itu membuat raja marah. Dan mereka langsung menarik kesimpulan bahwa yang
melakukan semua itu terhadap tuhan-tuhan berhala mereka adalah Nabi Ibrahim.
Segeralah raja memerintahkan rakyatnya untuk menangkap Nabi Ibrahim.
Begitu
sampai, Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim, “Bukankah
engkau yang melakukan perbuatan biadab ini terhadap tuhan-tuhan kami?” Nabi
Ibrahim menjawab, “Tidakah kamu melihat
sendiri di leher patung berhala yang paling besar itu terdapat sebuah kapak?
Bukankah ia yang memusnahkan patung-patung itu? Coba kau tanya padanya atau
pada patung-patung yang telah bergelimpangan itu, siapa yang memusnahkan
mereka?” Namrud berkata lagi, “Wahai
Ibrahim! Kamu sendiri tahu bahwa patung-patung itu tak bisa berkata-kata, tak
bisa berjalan dan juga tak bisa berbuat apa-apa!” Nabi Ibrahim menjawab “Jika demikian mengapa kalian menyembahnya?
Bagaimana kalian bisa menyembah sesuatu yang jelas-jelas tidak memberi kalian
manfaat apa pun, tidak memberi mudharat terhadap musuh kalian dan juga
jelas-jelas tak dapat mempertahankan dirinya sendiri?”[3]
Firman
Allah: “Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu
yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat
kepada kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka
apakah kamu tidak memahami?” (QS. al-Anbiyaà ayat 66-67)
Akhirnya
raja Namrud dan seluluh rakyatnya mengambil keputusan agar Ibrahim dibakar
dengan api yang besar, mereka pun mengikat Nabi Ibrahim pada sebuah tiang lalu
dilemparkan ke dalam api yang besar itu.
Namun
mereka terpana melihat keadaan Nabi Ibrahim, sebab hendak dilemparkan ke dalam
api ia justru begitu tenang, tak meronta atau pun melawan. Lebih terperanjat
lagi adalah setelah ia dilemparkan ke dalam kobaran api, dimana mereka
menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bahwa Nabi Ibrahim tak di makan
oleh api, bahkan ia bisa berjalan kesana kemari dalam kobaran api tersebut.[4]
Firman
Allah: “Kami berfirman: “Hai api menjadi
dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. Mereka hendak berbuat
makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling
merugi.” (QS. Al-Anbiyaa’ ayat 69-70)
Allah
menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kejahatan dan kezaliman raja Namrud dan para
rakyatnya dan Dia menunjuka kepada mereka bahwa sebenarnya patung-patung
berhala itu sama sekali tak memberi makna apapun, tak memiliki kekuatan. Orang
yang memiliki pikiran tak wajar beranggapan bahwa patung itu meerupakan Tuhan
yang mesti disembah.
Tak
lama setelah api yang berkobar padam, Nabi Ibrahim segera keluar dari
onggokan-onggokan bara api dengan selamat, seolah tak ada sesuatu yang terjadi
pada dirinya. Nabi Ibrahim pun segera pergi meninggalkan kamunya, membiarkan
mereka semua dengan kehendak mereka menyembah Tuhan berhala mereka. Nabi
Ibrahim menyerahkan segalanya kepada Allah untuk memberikan hukuman dan
membinasakan mereka. Ia bermusafir sampai ke bumi Palestina dan disana ia
menyeru umat manusia agar berimana kepada Tuhan Yang Esa, yaitu Allah dan
beribadah kepadaNya.
Kontekstualisasi Media Dakwah
Kontektualisasi
kehidupan dan media dakwah Nabi Ibrahim bisa kita lihat di kehidupan para da’i
mualaf negeri ini seperti Ust Felix Siaw dan juga Larissa Chou. Ust Felix Siaw
memutuskan untuk menjadi seorang muslim ketika dia duduk di bangku perkuliahan
semester 3. Setelah ia beberapa kali pindah keyakinan dan kepercayaan bahkan ia
sempat menjadi atheis untuk beberapa waktu hingga akhirnya ia menemukan jawaban
dari semua pertanyaannya selama ini mengenai tujuan hidup dan Islam lah yang
dapat menjawab semua rasa penasarannya. Dan tak lama dari itu setelah mengkaji
banyak tentang Islam ia memutuskan untuk menjadi da’i. Da’i yang cukup dikenal
di kalangan anak muda dan banyak mengisi kajian-kajian Islam.
Kemudian
Lasrissa Chou tak berjauh beda dengan Ust Felix Siaw. Ia memeluk agama Islam
belum lama ini, sekitar akhir tahun 2014 diuasianya yang masih muda sekitar 19
tahun. Lasrissa juga sempat beberapa kali pindah keyakinan dan agama dan juga
sempat menjalanakan dua keyakinan sekaligus untuk menbandingan mana yang
membuat ia nyaman, namun selama menjalankan keyakin-keyakinan itu ia tak merasa
nyaman hingga menemukan Islamlah yang paling masuk akal diantara agama yang
sebelumnya ia anut. Sebagai anak remaja ini keputusan terbesar yang benar-benar
ia ambil walaupun pada akhirnya harus berbeda agama dengan orangtuanya, di
jauhi oleh teman-teman dekatnya, dijauhi oleh saudara-saudaranya sempat
mendapat tantangan yang cukup berat terlebih Larissa merupakan salah satu
remaja yang cukup aktif di organisasi keyakinan sebelumnya dan lingkungan
tempat ia tinggal merupakan lingkungan non muslim. Namun keyakinan untuk
menjalankan agama Islam sudah tertanam kuat karena ia percaya akan janji Allah,
Allah akan ganti semuanya mulai dari kepopulerannya, teman-temannya dan semua
hal yang hilang setelah ia memeluk Islam. Tak lama setahun kemudian semua
benar-benar Allah ganti melebihi apa yang dia punya sebelumnya. Saudaranya dan
orang-orang yang menghujatnya sekarang mulai bertanya-tanya Islam itu seindah
apa, hingga nenek dan ayahnya pun memeluk agama Islam sekarang, Ia juga menjadi
motivator hijrah dan banyak mengisi kajian-kajian diberbagi kota.
Lalu
bagaimana dengan media dakwah itu sendiri, menurut Hamzah Ya’cub, media
dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan
umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitet dakwah.
Sementara itu, Wardi Bachtiar dalam Samsul Munir Amin menjelaskan
bahwa media dakwah merupakan perantara yang digunakan untuk menyampaikan materi
dakwah kepada penerima materi dakwah.[5]
Dapat
ditarik kesimpulan dari uraian-uraian tafsir kemudian kisah Nabi Ibrahim dan
juga pengertian dari media dakwah itu sendiri bahwa Nabi Ibrahim dalam
menyampaikan dakwahnya ia menggunakan media lisan. Menurut Abdul Karim
Zaidan dalam Salmadanis, media lisan atau bahasa adalah media pokok
dalam menyampaikan dakwah Islam kepada orang lain. Di antara media lisan
tersebut adalah khutbah, nasehat, pidato, ceramah, kuliah diskusi, seminar,
musyawarah dan lain sebagainya.[6] Memang
kebanyakan para Nabi menyampaikan dakwahnya pertama kali dengan menggunakan
media lisan secara langsung.
Kontekstualisasi
media dakwah dijaman sekarang ini sangatlah banyak bukan hanya disampaikan
melalui lisan saja tapi sudah berkembang melalui tulisan, lukisan, juga audio.
Karena berkembangan IPTEK media pun semakin berkembang mengikuti arusnya.
Banyak sekali media-media atau saluran yang dapat dimanfaatkan oleh da’i untuk
dijadikan alat bantu berdakwah.
Menurut
saya pribadi jika jangkauan dakwah atau mad’u itu adalah anak-anak muda karena
merekalah yang akan memimpin dunia dimasa datang maka media dakwah yang tepat
digunakan untuk menyesuaikan jaman bisa menggunakan media sosial yang sangat beragam.
Mulai dari FB, Twitter, Tumbl, G+, Instagram, Youtube, dan juga media sosial
yang sangat diminati anak muda baru-baru ini yaitu Ask. Fm.
IPTEK
juga membuat para da’i dituntut untuk bisa memainkan media sosial-media sosial
tersebut. Contoh beberapa da’i yang sangat aktif di media sosial dan membawa
pengaruh yang cukup besar dikalangan anak muda yaitu anak-anak para ustd
kondang negeri ini yaitu Wirda Mansur putri pertama Yusuf Mansur dan juga
Muhammad Alfin Faiz putra pertama KH. Arifin Ilham. Mereka menyampaikan tentang
Islam dengan bahasa yang lebih disukai dan dipahami oleh kalangan anak muda,
dan followers mereka terdiri dari orang yang beragam, mulai dari berbeda agama,
budaya dan latar belakang lainnya. Bahkan Alfin Faiz berhasil membuat seorang
wanita bedarah tionghoa yang
sebelumnya beragama nasrani menjadi mualaf, hal itu diawali dari hanya wanita
itu membaca jawaban-jawaban Alfin dari acount ask.fm-nya yang kemudian
berlanjut kediskusi pribadi.
Kemudian
tak kalah dari kalang anak muda Ust Yusuf Mansur sendiri yang merupakan ayah
dari hafidzoh cantik bernama Wirda Mansur ini, menyampakaikan dakwahnya bukan
hanya dengan media lisan saja tetapi juga dengan media audio yaitu melalui
youtube dan ia juga menyampaikan dakwahnya melalui tulisan, beliau sudah banyak
menerbitkan buku tentang sedekah.
Dan
yang sudah muncul lebih awal dari yang lainnya, yang sering disebut dengan Ust
Felix Siaw, seorang da’i beretnis Cina dan merupakan seorang mualaf juga, ia
menyampaikan dakwahnya melalui media sosial Twitter dengan kicauan tausiyah dan
motivasinya setiap hari, begitu juga dengan di acount G+ nya yang selalu tak
pernah bosan bercerita tentang sejarah Islam yang mendunia, dan melalui
tulisannya yang sudah menjadi buku-buku best seller. Ia juga menpunyai cara
yang berbeda dalam menulis buku, beberapa bukunya lebih banyak berisikan
tentang gambar, agar memudahkan pembacanya menangkap pesan melalui media visual
yang di sajikan. Ia juga menyampaikan pesan dakwah melalui video-video animasi
dari anak-anak didiknya di Studio Al-Fatih.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab , M. Quraish.
2009. Tafsisr Al-Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an Volume 8. Tanggerang: Lentera Hati.
Haramain
, Abu Yahya F. 2012. Trilogi Kisah Cinta
Penuh Hikmah Kisah Cinta Adam dan Hawa Kisah-kisah Ketaatan, Amal Shalih &
Komitmen pada Nilai-nilai Mulia. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Sufriana, Mega. Media
Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. 23 Oktober 2016. diakses http://anacarlya.blogspot.co.id/2013/04/media-dakwah-dalam-perspektif-al-quran.html.
https://quran.com
[2] M. Quraish Shihab, Tafsisr
Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 8, (Tanggerang: Lentera
Hati, 2009) hlm. 475.
[3] Abu
Yahya F. Haramain, Trilogi Kisah Cinta Penuh Hikmah Kisah Cinta Adam dan Hawa
Kisah-kisah Ketaatan, Amal Shalih & Komitmen pada Nilai-nilai Mulia,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), hlm. 159-160.
[4] Abu
Yahya F. Haramain, Trilogi Kisah Cinta Penuh Hikmah Kisah Cinta Adam dan Hawa
Kisah-kisah Ketaatan, Amal Shalih & Komitmen pada Nilai-nilai Mulia,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), hlm. 161.
[5]
Mega Sufriana, diakses
http://anacarlya.blogspot.co.id/2013/04/media-dakwah-dalam-perspektif-al-quran.html,
pada 23 Oktober 2016 pukul 15:15 WIB
[6] Ibid...
0 comments:
Post a Comment