Monday, February 13, 2017

TAFSIR AL-QUR’AN DAN KONTEKTUALISAKI MEDIA DAKWAH NABI IBRAHIM DI BABYLONIA

Oleh Mariatul Qibtiyah Humairoh



Surat dan Tafsir yang menjelas tentang media dakwah yang di gunakan oleh Nabi Ibrahim

(٦٦)قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلَا يَضُرُّكُمْ
(٦٧)أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: “Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?” (QS. al-Anbiyaà ayat 66-67)[1]

Tafsiran Surat al-Anbiyaà ayat 66-67, menurut tafsir Al-Mishbàh:

Ayat 64 menggambarkan secercah harapan tentang keimanan kaum Nabi Ibrahim as. Bukankah mereka digambarkan telah kembali menengok ke diri mereka sendiri, yakni berpikir dan akhirnya sadar bahwa mereka menyembah sesuatu yang tidak berakal? Tetapi ayat 65 menunjukan bahwa beberapa saat kemudian terjadi pemutar balikan. Ketika itu mereka tidak lagi menggunakan akal sehat dan kesadaran mereka pun segera sirna. Karena itu, wajar jika Nabi Ibrahim as. yang dikenal sangat penyabar, terhentak perasaannya dan marah. Bukankah dengan ucapan mereka yang digambarkan oleh ayat 64 telah menimbulkan harapan, tetapi dengan ucapan mereka yang direkam oleh ayat 65, harapan itu hancur luluh. Dia kali ini sangat tegas berkata: Kalau berhala-berhala kamu sedemikian lemah dan tidak mampu, maka mengapa kamu menyembah selain Allah, yakni berhala-berhala itu yang merupakan sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun walau kamu terus menerus menyembahnya dan menghancurkannya? Yakni celakalah dan keburukan buat kamu atas perbuatan itu dan demikian juga apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami dan menyadari keadaan berhala-berhala itu, sehingga kamu menyembahnya padahal mereka begitu lemah?”

Kata (___) uff adalah kata yang digunakan untuk melukiskan kemarahan, kejengkelan atau kejemuan. Ia terambil dari suara nafas seseorang yang sedang marah atau sangat kesal dan jengkel. Penambahan bunyi in (tanwin) pada kata tersebut sehingga terucaplah uffin mengisyaratkan besarnya kejengkelan itu. Ucapan Nabi Ibrahimas ini merupakan pengukuhan pandangan beliau tentang penyembahan berhala setelah sebelumnya beliau telah menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah swt.[2]

Kisah Dakwah Nabi Ibrahim

Sejak kita duduk di bangku sekolah dasar, kita sudah sering mendengar kisah tentang Nabi Ibrahim as. ketika ia mencari tahu tentang Tuhannya. Nabi Ibrahim as. lahir di kota Babylon dimana semua orang yang tinggal di dalam kota tersebut adalah penyembah patung berhala dan mengangap rajanya yang bernama Namrud sebagai Tuhannya. 

Siang malam Ibrahim senantiasa memikirkan tentang dunia yang ada di sekelilingnya. Ia mencari-cari manakah Tuhan yang sepatutnya dan semestinya ia sembah. Mulai dari bintang, bulan, matahari sempat ia sembah namun ia tersadar bahwa semua benda langit itu ada yang menciptakan, akhirnya Ibrahim mengambil keputusan bahwa ia sama sekali tak akan menyembah Tuhan mana pun kecuali Tuhan yang menciptakan alam semesta ini, Tuhan yang menjadikan bintang, bulan, matahari dan juga dunia dan seluruh isinya. Ia tak akan menyembah Tuhan selain Allah.

Mulai hari itulah Nabi Ibrahim menyeru kepada kaumnya agar segera meninggalkan berhala mereka : “Sembahlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan juga Tuhan yang menciptakan kita semua.” Akan tetapi mereka tak mau peduli terhadap kata-kata Nabi Ibrahim, hingga mereka mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah orang sempit wawasan dan menyeleweng.

Suatu hari seluruh penduduk kota beramai-ramai meninggalkan kota karena merayakan hari raya bagi tuhan-tuhan berhala mereka di luar kota. Ketika itu tak ada seorang pun yang tinggal di dalam kota kecuali Nabi Ibrahim. Ia merasa ini kesempatan untuknya menghancurkan berhala-berhala yang ada di rumah ibadah, tanpa membuang-buang waktu Nabi Ibrahim segera membawa kapak dan menghancurkan berhala-berhala yang ada terkecuali satu berhala yang paling besar, kemudian iya menggantung kapak tersebut di leher berhala itu.

Ketika perayaan usai, raja Namrud memberikan perintah kepada rakyatnya untuk segera kembali ke kotanya dan mebawa berhala-berhala bekas perayaan tersebut ke kuil rumah ibadah mereka. Ketika raja menginjakan kakinya di kuil alangkah kagetnya ia melihat kekacau yang terjadi di dalam kuil, begitu pula dengan rakyatnya. Hal itu membuat raja marah. Dan mereka langsung menarik kesimpulan bahwa yang melakukan semua itu terhadap tuhan-tuhan berhala mereka adalah Nabi Ibrahim. Segeralah raja memerintahkan rakyatnya untuk menangkap Nabi Ibrahim.

Begitu sampai, Namrud berkata kepada Nabi Ibrahim, “Bukankah engkau yang melakukan perbuatan biadab ini terhadap tuhan-tuhan kami?” Nabi Ibrahim menjawab, “Tidakah kamu melihat sendiri di leher patung berhala yang paling besar itu terdapat sebuah kapak? Bukankah ia yang memusnahkan patung-patung itu? Coba kau tanya padanya atau pada patung-patung yang telah bergelimpangan itu, siapa yang memusnahkan mereka?” Namrud berkata lagi, “Wahai Ibrahim! Kamu sendiri tahu bahwa patung-patung itu tak bisa berkata-kata, tak bisa berjalan dan juga tak bisa berbuat apa-apa!” Nabi Ibrahim menjawab “Jika demikian mengapa kalian menyembahnya? Bagaimana kalian bisa menyembah sesuatu yang jelas-jelas tidak memberi kalian manfaat apa pun, tidak memberi mudharat terhadap musuh kalian dan juga jelas-jelas tak dapat mempertahankan dirinya sendiri?[3]

Firman Allah: “Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu? Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?” (QS. al-Anbiyaà ayat 66-67)

Akhirnya raja Namrud dan seluluh rakyatnya mengambil keputusan agar Ibrahim dibakar dengan api yang besar, mereka pun mengikat Nabi Ibrahim pada sebuah tiang lalu dilemparkan ke dalam api yang besar itu.

Namun mereka terpana melihat keadaan Nabi Ibrahim, sebab hendak dilemparkan ke dalam api ia justru begitu tenang, tak meronta atau pun melawan. Lebih terperanjat lagi adalah setelah ia dilemparkan ke dalam kobaran api, dimana mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bahwa Nabi Ibrahim tak di makan oleh api, bahkan ia bisa berjalan kesana kemari dalam kobaran api tersebut.[4]

Firman Allah: “Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al-Anbiyaa’ ayat 69-70)

Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kejahatan dan kezaliman raja Namrud dan para rakyatnya dan Dia menunjuka kepada mereka bahwa sebenarnya patung-patung berhala itu sama sekali tak memberi makna apapun, tak memiliki kekuatan. Orang yang memiliki pikiran tak wajar beranggapan bahwa patung itu meerupakan Tuhan yang mesti disembah.

Tak lama setelah api yang berkobar padam, Nabi Ibrahim segera keluar dari onggokan-onggokan bara api dengan selamat, seolah tak ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Nabi Ibrahim pun segera pergi meninggalkan kamunya, membiarkan mereka semua dengan kehendak mereka menyembah Tuhan berhala mereka. Nabi Ibrahim menyerahkan segalanya kepada Allah untuk memberikan hukuman dan membinasakan mereka. Ia bermusafir sampai ke bumi Palestina dan disana ia menyeru umat manusia agar berimana kepada Tuhan Yang Esa, yaitu Allah dan beribadah kepadaNya.

Kontekstualisasi Media Dakwah

Kontektualisasi kehidupan dan media dakwah Nabi Ibrahim bisa kita lihat di kehidupan para da’i mualaf negeri ini seperti Ust Felix Siaw dan juga Larissa Chou. Ust Felix Siaw memutuskan untuk menjadi seorang muslim ketika dia duduk di bangku perkuliahan semester 3. Setelah ia beberapa kali pindah keyakinan dan kepercayaan bahkan ia sempat menjadi atheis untuk beberapa waktu hingga akhirnya ia menemukan jawaban dari semua pertanyaannya selama ini mengenai tujuan hidup dan Islam lah yang dapat menjawab semua rasa penasarannya. Dan tak lama dari itu setelah mengkaji banyak tentang Islam ia memutuskan untuk menjadi da’i. Da’i yang cukup dikenal di kalangan anak muda dan banyak mengisi kajian-kajian Islam.

Kemudian Lasrissa Chou tak berjauh beda dengan Ust Felix Siaw. Ia memeluk agama Islam belum lama ini, sekitar akhir tahun 2014 diuasianya yang masih muda sekitar 19 tahun. Lasrissa juga sempat beberapa kali pindah keyakinan dan agama dan juga sempat menjalanakan dua keyakinan sekaligus untuk menbandingan mana yang membuat ia nyaman, namun selama menjalankan keyakin-keyakinan itu ia tak merasa nyaman hingga menemukan Islamlah yang paling masuk akal diantara agama yang sebelumnya ia anut. Sebagai anak remaja ini keputusan terbesar yang benar-benar ia ambil walaupun pada akhirnya harus berbeda agama dengan orangtuanya, di jauhi oleh teman-teman dekatnya, dijauhi oleh saudara-saudaranya sempat mendapat tantangan yang cukup berat terlebih Larissa merupakan salah satu remaja yang cukup aktif di organisasi keyakinan sebelumnya dan lingkungan tempat ia tinggal merupakan lingkungan non muslim. Namun keyakinan untuk menjalankan agama Islam sudah tertanam kuat karena ia percaya akan janji Allah, Allah akan ganti semuanya mulai dari kepopulerannya, teman-temannya dan semua hal yang hilang setelah ia memeluk Islam. Tak lama setahun kemudian semua benar-benar Allah ganti melebihi apa yang dia punya sebelumnya. Saudaranya dan orang-orang yang menghujatnya sekarang mulai bertanya-tanya Islam itu seindah apa, hingga nenek dan ayahnya pun memeluk agama Islam sekarang, Ia juga menjadi motivator hijrah dan banyak mengisi kajian-kajian diberbagi kota.

Lalu bagaimana dengan media dakwah itu sendiri, menurut Hamzah Ya’cub, media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran, yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totalitet dakwah. Sementara itu, Wardi Bachtiar dalam Samsul Munir Amin menjelaskan bahwa media dakwah merupakan perantara yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima materi dakwah.[5]

Dapat ditarik kesimpulan dari uraian-uraian tafsir kemudian kisah Nabi Ibrahim dan juga pengertian dari media dakwah itu sendiri bahwa Nabi Ibrahim dalam menyampaikan dakwahnya ia menggunakan media lisan. Menurut Abdul Karim Zaidan dalam Salmadanis, media lisan atau bahasa adalah media pokok dalam menyampaikan dakwah Islam kepada orang lain. Di antara media lisan tersebut adalah khutbah, nasehat, pidato, ceramah, kuliah diskusi, seminar, musyawarah dan lain sebagainya.[6] Memang kebanyakan para Nabi menyampaikan dakwahnya pertama kali dengan menggunakan media lisan secara langsung. 

Kontekstualisasi media dakwah dijaman sekarang ini sangatlah banyak bukan hanya disampaikan melalui lisan saja tapi sudah berkembang melalui tulisan, lukisan, juga audio. Karena berkembangan IPTEK media pun semakin berkembang mengikuti arusnya. Banyak sekali media-media atau saluran yang dapat dimanfaatkan oleh da’i untuk dijadikan alat bantu berdakwah. 

Menurut saya pribadi jika jangkauan dakwah atau mad’u itu adalah anak-anak muda karena merekalah yang akan memimpin dunia dimasa datang maka media dakwah yang tepat digunakan untuk menyesuaikan jaman bisa menggunakan media sosial yang sangat beragam. Mulai dari FB, Twitter, Tumbl, G+, Instagram, Youtube, dan juga media sosial yang sangat diminati anak muda baru-baru ini yaitu Ask. Fm.

IPTEK juga membuat para da’i dituntut untuk bisa memainkan media sosial-media sosial tersebut. Contoh beberapa da’i yang sangat aktif di media sosial dan membawa pengaruh yang cukup besar dikalangan anak muda yaitu anak-anak para ustd kondang negeri ini yaitu Wirda Mansur putri pertama Yusuf Mansur dan juga Muhammad Alfin Faiz putra pertama KH. Arifin Ilham. Mereka menyampaikan tentang Islam dengan bahasa yang lebih disukai dan dipahami oleh kalangan anak muda, dan followers mereka terdiri dari orang yang beragam, mulai dari berbeda agama, budaya dan latar belakang lainnya. Bahkan Alfin Faiz berhasil membuat seorang wanita bedarah tionghoa yang sebelumnya beragama nasrani menjadi mualaf, hal itu diawali dari hanya wanita itu membaca jawaban-jawaban Alfin dari acount ask.fm-nya yang kemudian berlanjut kediskusi pribadi. 

Kemudian tak kalah dari kalang anak muda Ust Yusuf Mansur sendiri yang merupakan ayah dari hafidzoh cantik bernama Wirda Mansur ini, menyampakaikan dakwahnya bukan hanya dengan media lisan saja tetapi juga dengan media audio yaitu melalui youtube dan ia juga menyampaikan dakwahnya melalui tulisan, beliau sudah banyak menerbitkan buku tentang sedekah.

Dan yang sudah muncul lebih awal dari yang lainnya, yang sering disebut dengan Ust Felix Siaw, seorang da’i beretnis Cina dan merupakan seorang mualaf juga, ia menyampaikan dakwahnya melalui media sosial Twitter dengan kicauan tausiyah dan motivasinya setiap hari, begitu juga dengan di acount G+ nya yang selalu tak pernah bosan bercerita tentang sejarah Islam yang mendunia, dan melalui tulisannya yang sudah menjadi buku-buku best seller. Ia juga menpunyai cara yang berbeda dalam menulis buku, beberapa bukunya lebih banyak berisikan tentang gambar, agar memudahkan pembacanya menangkap pesan melalui media visual yang di sajikan. Ia juga menyampaikan pesan dakwah melalui video-video animasi dari anak-anak didiknya di Studio Al-Fatih.



DAFTAR PUSTAKA

Shihab , M. Quraish. 2009. Tafsisr Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 8. Tanggerang: Lentera Hati.
Haramain , Abu Yahya F. 2012. Trilogi Kisah Cinta Penuh Hikmah Kisah Cinta Adam dan Hawa Kisah-kisah Ketaatan, Amal Shalih & Komitmen pada Nilai-nilai Mulia. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Sufriana, Mega. Media Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. 23 Oktober 2016. diakses http://anacarlya.blogspot.co.id/2013/04/media-dakwah-dalam-perspektif-al-quran.html.
https://quran.com


[1] ________, diakses melalui https://quran.com/21/66-67, pada 23 Oktober 2016 pukul 11:30 WIB
[2] M. Quraish Shihab, Tafsisr Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 8, (Tanggerang: Lentera Hati, 2009) hlm. 475.
[3] Abu Yahya F. Haramain, Trilogi Kisah Cinta Penuh Hikmah Kisah Cinta Adam dan Hawa Kisah-kisah Ketaatan, Amal Shalih & Komitmen pada Nilai-nilai Mulia, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), hlm. 159-160.
[4] Abu Yahya F. Haramain, Trilogi Kisah Cinta Penuh Hikmah Kisah Cinta Adam dan Hawa Kisah-kisah Ketaatan, Amal Shalih & Komitmen pada Nilai-nilai Mulia, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2012), hlm. 161.
[5] Mega Sufriana, diakses http://anacarlya.blogspot.co.id/2013/04/media-dakwah-dalam-perspektif-al-quran.html, pada 23 Oktober 2016 pukul 15:15 WIB
[6] Ibid...


0 comments:

Post a Comment